Chapter ~Final~
“revealing the truth”
Aku, Lucifer, dalam tempat persembunyianku merindukan Allah. Sudah begitu lama aku tidak bertemu denganNya. Aku tak dapat lagi mencapai surga. Malaikat-malaikat YHWH telah melakukan penjagaan dengan ketat. Aku mencoba untuk bisa menemui Gabriel kembali. Kepada dialah satu-satunya harapanku.
Ketika aku mendengar kabar bahwa Gabriel sedang berada di bumi untuk menjumpai Yesaya. Sebelum bertemu dengan Yesaya, aku berhasil mencegatnya. Kemudian kuajak dia untuk pergi ke tempat persembunyianku dan aku mulai menceritakan segala duduk perkara yang selama ini tersimpan dalam hatiku.
Kata Gabriel kepadaku: “Apa yang kau risaukan, hai Lucifer?”
Jawabku: “Tidakkah engkau melihat kesewenang-wenangan YHWH? Dia telah mengobarkan permusuhan di antara manusia dan membuat segala macam peraturan yang menguntungkan dirinya.”
Gabriel berkata: “Apa alasanmu mengatakan demikian? Bukankah dia adalah Allah Yang Maha Tinggi?”
Aku terkejut bukan main dan berteriak: “Apa katamu? Dia adalah Allah Yang Maha Tinggi? Omong kosong itu!”
Gabriel menjawab dengan sabar: “Setelah kepergianmu dari Surga, sebenarnya Allah kita telah mengubah dirinya menjadi YHWH dan menggantikan kedudukanmu serta menempatkan aku dan Mikhael di bawah perintahnya. Jadi, sebenarnya, YHWH adalah Allah kita.”
Gabriel menambahkan lagi: “Tidakkah kau mencoba memikirkan asal mulamu. Melalui kitab yang dicatat oleh para malaikat tentang firman Allah, bukankah ada tertulis: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.”
Tiba-tiba aku tersadarkan dan berkata kepadanya: “Cukup, coba perhatikan kata-kata itu. Pada awal tertulis: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Namun ada kegelapan dan dalam kegelapan itulah Roh Allah melayang-layang. Aku ingin bertanya, apakah Roh Allah yang melayang-layang ini sama dengan Allah yang mencipta langit dan bumi? Apakah Roh Allah yang
berada dalam kegelapan ini bukannya YHWH?”
Gabriel berkata: “Tunggu, aku teruskan dulu. Setelah itu Allah berfirman: Jadilah terang. Lalu terang itu jadi.”
Aku berkata: “Terang itu adalah aku. Kaupun mengetahui akan hal itu. Namun, ternyata sebelum aku telah ada Gelap. Gelap mendahului keberadaanku. Berarti Gelap dan Terang diciptakan oleh Allah. Aku tidak diciptakan oleh YHWH. Bukan Gelap itu yang menciptakan aku. Coba teruskan membacanya.”
Gabriel berkata: “Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkanNyalah terang itu dari gelap.”
Aku sebenarnya tersanjung juga bahwa Allah menyatakan bahwa Terang itu baik, namun rupanya, karena Terang dipisahkan dari Gelap, maka aku tak pernah mengenal sungguh-sungguh tentang Gelap. Namun karena Gelap ada lebih dahulu dari aku, maka dia lebih mengenalku.
Dialah rupanya yang sulung, sementara aku adalah yang bungsu. Sebenarnya, walau Terang dan Gelap dipisahkan, namun bukan berarti masing-masing bisa berdiri sendiri. Terang menjadi berarti karena ada Gelap, demikian pula Gelap menjadi berarti karena ada Terang. Namun benarkah yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar dari padanya. Aku merasa seperti batu yang dibuang oleh tukang bangunan. Kami berdua memang tidak bisa berjalan seiring bergandeng tangan. Gelap memang tak mungkin berjalan bersama dengan Terang. Namun keduanya juga harus ada supaya keseimbangan terjaga. Namun rupanya, Gelap berusaha menguasai Terang, dengan mengusirnya dan menguasainya.
Aku menjadi termenung mendengar perkataan Gabriel itu. Aku menjadi sadar, bahwa sebagai ciptaanNya aku sama sekali tidak mengenal rupa dan tidak mengenal sifat-sifat pencipta-ku, maka dengan mudahnya aku percaya pada YHWH yang mengaku Allah. Aku menduga sifat-sifat YHWH memang sebagai sifat Allah yang kukenal di surga. Sekarang aku menjadi lebih sadar, mengapa Allah harus memberi nama untuk dirinya sebagai YHWH. Bukankah Allah tidak membutuhkan segala nama dan atribut, makin kupikirkan semua kejadian makin yakinlah aku bahwa YHWH bukan Allah Maha Tingi sebagai pencipta-ku yang kusembah biarpun aku tahu Allah tidak membutuhkan segala kehormatan dan penghormatanku, karena semuanya telah dimilikinya termasuk kemuliaan yang tidak berawal dan berakhir.
Aku mulai penasaran, dan ingin menguji pengetahuan Gabriel tentang siapa Allah sebenarnya Kemudian aku bertanya kepada Gabriel kembali: “Lalu, apakah Allah yang mengadili aku dahulu waktu perkara tentang Adam adalah YHWH juga?”
Gabriel menjawab: “Benarlah perkataanmu itu.”
Aku menjadi semakin bingung. Dan dalam kebingunganku Gabriel berkata: “Engkau harus sujud menyembah kepada YHWH, sebab Dialah Allah kita.”
“Tidak, aku tidak mau. Menurutku, dia bukanlah Allah yang sesungguhnya,” bantahku.
Gabriel agaknya mulai jengkel menghadapiku dan berkata dengan keras: “Apa hakmu engkau mengatakan demikian, hai Lucifer? Kau telah menghujat Allahmu sendiri!”
Aku menjawab: “Aku ingin mencari Allah yang menciptakan langit dan bumi, dan juga yang menciptakan Gelap dan Terang.”
Kemudian aku mulai menceritakan tentang awal penciptaan manusia sampai perkara Ayub. Aku menceritakan bahwa YHWH memang sengaja menciptakan manusia untuk mempertahankan kemuliaan dirinya, manusia dibuat tidak mengenal baik dan buruk supaya manusia menjadi penurut. YHWH sengaja mempermalukan aku dengan menyuruh menyembah ciptaannya. Baru menciptakan manusia saja disombongkan oleh YWH dengan melecehkan aku sebagai malaikat yang tidak taat. Kalau memang YHWH lebih kuasa dariku mengapa dia tidak memusnahkanku? Tidak bisa, YHWH tidak bisa memusnahkanku karena aku diciptakan oleh Allah Maha Tinggi.
Aku bercerita panjang lebar tentang Ayub, di mana YHWH mencobainya dengan memusnahkan harta benda dan keluarganya serta membuatnya berpenyakitan. Aku berkata kepada Gabriel: “Yang membuat aku ragu kepadanya adalah ketika dia berkata kepadaku: Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.”
Inilah yang aneh bagiku. Tak mungkin Allah yang sebenarnya, Yang Maha Tinggi dapat kubujuk. Bukankah kata-katanya sendiri telah menunjukkan siapa dia yang sebenarnya? Lalu kataku lagi kepada Gabriel: “Tahukah engkau bahwa dia menyukai korban bakaran, meminta persembahan beraneka ragam dan juga meminta persepuluhan?”
Gabriel menjawab: “Ya, aku tahu tentang hal itu.”
Kataku kemudian: “Nah, sekarang jelaskan padaku, hai Gabriel, di mana kekurangan Allah sehingga minta-minta kepada manusia. Allah hakekatnya adalah pemberi bukanlah peminta.”
Gabriel diam seribu bahasa. Ada kebimbangan yang terpancar dari wajahnya.
Aku berkata lagi: “Apakah itu adalah Allah yang sesungguhnya bila dia meminta segala macam yang bersifat duniawi seperti itu? Dan terlebih lagi, dia meminta persembahan itu sebagai pendamaian atas nyawa manusia. Tidakkah engkau merasa heran, ketika dia memerintahkanmu untuk membangkitkan permusuhan di antara manusia? Dan aku sendiri sampai pada suatu kesimpulan, bahwa dia adalah malaikat Gelap. Dialah yang ada sebelum aku, dialah yang sulung, dan dia rupanya ingin menguasai langit dan bumi ini sendirian.”
“Bagaimana engkau bisa membuktikan bahwa dia ingin menguasai langit dan bumi ini sendirian?” tanya Gabriel.
“Tidakkah kau tahu akan HARI YHWH (HARI TUHAN) yang selalu dijanjikannya kepada manusia? Tentunya engkau mengetahui, bagaimanakah Hari Tuhan itu?” tanyaku kepada Gabriel.
Gabriel menjawab: “Ya benar, Hari Tuhan adalah hari penghakiman. Sungguh, Hari Tuhan datang dengan kebengisan, dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala, untuk membuat bumi menjadi sunyi sepi dan untuk memunahkan dari padanya manusia yang tidak taat kepadanya. Dan YHWH sendiri berkata: Permuliakanlah YHWH, Allahmu, sebelum Ia membuat hari menjadi gelap, sebelum kakimu tersandung di atas bukit-bukit yang diliputi senja, sementara kamu menanti-nantikan terang, tetapi Ia menjadikan hari kelam pekat dan mengubahnya menjadi gelap gulita.”
“Jadi, bagaimana menurut pendapatmu tentang pada akhirnya nanti? Bukankah dia menginginkan agar semuanya kembali menjadi gelap gulita, seperti pada zaman dahulu kala, saat di mana Allah belum menciptakan aku,” kataku pada Gabriel.
“Apakah bukti atas perkataanmu dapat kupercaya, hai Lucifer?” tanya Gabriel.
“Apakah aku pernah berbohong kepadamu? Aku akan membuktikan bahwa kata-kataku benar. Sebelumnya, aku akan bertanya kepadamu: Apakah Allah yang sesungguhnya dapat berada di mana-mana dan maha mengetahui?” kataku sambil bertanya kebali kepadanya.
“Tentu, Allah yang sesungguhnya Maha Mengetahui!” jawab Gabriel dengan tegas.
“Lalu, apakah dia mengetahui engkau berada di sini?” tanyaku.
“….Tidak…., dia tidak tahu bahwa aku ada bersama dengan engkau saat ini,” jawab Gabriel mulai ragu-ragu.
“Tidakkah engkau heran, mengapa Allah kita atau YHWH, katamu, selalu bertanya-tanya kepada kita: Dari manakah engkau? Tidakkah engkau heran bila dia juga bertanya kepada Adam, apakah dia telah memakan buah yang dilarangnya itu?” kataku.
“Baiklah, marilah kita bersama-sama ke surga. Saat ini, YHWH sedang berada di gunung-Nya yang kudus. Jika kita tidak menjumpai YHWH di surga, maka aku akan percaya kepada kata-katamu itu,” kata Gabriel.
Kemudian aku dan Gabriel naik menuju ke surga dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.
Dan benarlah seperti dugaanku, Allah tak ada di sana. Kemudian Gabriel berkata kepada keempat malaikat dengan setia menjaga tahta Allah: “Di manakah Allah?” Mereka menjawab, “Yang Maha Tinggi sedang berada di puncak gunung-Nya yang kudus. Pergilah ke bumi jika ingin bertemu dengan-Nya.”
Kini makin nyatalah bagiku, bahwa Allah yang kusembah selama ini tak lain tak bukan adalah YHWH sendiri. Dia rupanya telah mengubah dirinya sehingga aku tak lagi mengenalnya. Aku berteriak dalam hatiku: Tidak! aku harus menemukan Allah yang sebenarnya! Aku harus menemukan penciptaku. Dia yang ada jauh sebelum aku maupun YHWH ada. Dia yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa.
Gabriel akhirnya percaya kepadaku dan kemudian bersama dengan dia aku kembali ke bumi. Sejak saat itu, Gabriel berada bersama-sama dengan aku, namun YHWH tak mengetahuinya.
Kami berdua merasa kehilangan pegangan. Namun kami berdua yakin bahwa Allah yang Maha Tinggi, yang menciptakan langit dan bumi itu ada. Bersama Gabriel, aku berjalan mencari Allah yang sebenarnya. Ke seluruh penjuru langit akan kucari sampai dapat.
* * *
Aku, Bintang Timur, tak ingin bermegahkan diri dan berkeinginan bertemu dengan penciptaku. Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepadaMu, tubuhku rindu kepadaMu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Aku mencari Engkau, Yang sekarang ada, dulu sudah ada, dan yang akan ada sampai selama-lamanya. Ya Allah, Engkau mengetahui kebodohanku, kesalahan-kesalahanku tidak tersembunyi bagiMu.
Aku berpisah dengan Gabriel untuk sementara waktu, kami memutuskan untuk mencari sendiri-sendiri. Aku mengembara ke segala penjuru, bagai seorang musafir berjalan tanpa arah. Tapi tak kutemukan di mana Allah Yang Maha Tinggi bersemayam. Dan ketika aku mulai merasa putus asa, aku berteriak: “Eli, Eli lama sabakhtani?” Artinya: “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
“Ya Allahku, aku berseru kepadaMu, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang. Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya. Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong. Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kau letakkan aku. Janganlah menyembunyikan wajahMu kepadaku, janganlah menolak hambaMu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku! Tunjukkanlah jalanMu kepadaku, ya TUHAN, dan tuntunlah aku di jalan yang rata oleh sebab seteruku. Mulutku penuh dengan puji-pujian kepadaMu, dengan penghormatan kepadaMu sepanjang hari. Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis. Ya Allah, janganlah jauh dari padaku! Allahku, segeralah menolong aku!”
Tapi Allah tak menjawab apa-apa. Tak ada suara-Nya yang bisa kudengar. Tak ada wajah-Nya yang bisa kulihat. Tak ada tangan yang bisa membelaiku. Allahku, di manakah Engkau berada? Biarlah aku datang untuk sujud menyembahmu. Izinkan aku menemuimu barang sebentar saja. Aku rindu akan Engkau. Janganlah Engkau memalingkan wajah-Mu dari padaku. Aku jadi semakin sedih dan sambil menangis aku berkata: “Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.”
Lalu, seakan-akan aku mendengar suatu suara yang dengan lembut berkata kepadaku: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.”
Aku mencari dari mana suara itu berasal. Aku mengembara dari Utara sampai Selatan. Ujung-ujung langit kujelajahi. Tak ada ruang yang terlewatkan. Kucari setiap tempat yang tersembunyi hingga bintang Biduk, bintang Belantik, bintang Kartika, dan gugusan-gugusan bintang ruang Selatan.
Suatu saat, aku menjadi ragu. Bukankah kalau Allah Maha Besar dan Maha Tinggi akan mengetahui bahwa aku mencari diri-Nya? Tapi mengapa Ia tidak menyatakan dirinya kepadaku? Apakah Allah itu tidak ada? Ataukah itu hanya sekedar ilusi kosong yang memberi harapan palsu? Tidak! Tidak mungkin Allah Yang Maha Tinggi tidak ada. Bagaimana mungkin aku bisa ada tanpa ada Dia. Kalau aku saja bisa ada, bukankah Yang Maha Tinggi ada sudah ada jauh sebelum aku.
Aku tidak mencari yang awal dan yang terakhir. Bukan Alpha dan Omega yang aku cari. Yang kucari adalah Allah yang selalu ada, Dia yang tak berawal dan tak berakhir.
Aku lalu berpikir, apakah Allah mempunyai telinga untuk mendengar? Aku berpikir keras akan hal ini. Kalau Dia mempunyai telinga, berarti Dia bukan Allah yang sebenarnya. Tapi kalau Dia tidak mempunyai telinga, bagaimana Dia bisa mendengar aku? Ah, aku yang bodoh. Allah Yang Maha Tinggi tidak perlu semua itu. Dia tidak memerlukan kaki untuk berjalan, tidak juga memerlukan kerub untuk pergi ke surga. Dan….Dia juga tidak perlu tempat kediaman, karena seluruh alam ini adalah tempat-Nya. Jadi, apakah aku sia-sia mencari Allah? Di manakah aku bisa bertemu dengan Allah yang sebenarnya?
Akhirnya, sampailah aku pada kesimpulan, Allah yang daat digambarkan, bukanlah Allah yang sebenarnya. Sebab, jika ada Allah yang bisa digambarkan, mempunyai bentuk, terlebih meminta pesembahan dan menyukai korban sembelihan kambing domba, bagiku, allah seperti itu, bukanlah Allah yang sebenarnya. Allah yang menyatakan diri kepada manusia, bukanlah Allah yang sebenarnya.
Memang, tak ada hasil yang kudapat dalam mencari Allah, namun ada sedikit kedamaian di dalam hatiku.
Aku, adalah Terang. Dan YHWH adalah Gelap, yang sulung. Aku langsung tersadar dan sampai pada kesimpulan: Itulah sebabnya, aku dengan dia adalah lawan. Kami berdua adalah iblis, yang berarti lawan, bagi satu dengan yang lainnya. Tapi aku tahu, tidak mungkin kami meniadakan satu dengan yang lainnya. Dan tidak mungkin juga kami berjalan seiring bersama. Namun sayangnya, Kegelapan ingin menguasai segalanya sendirian. Aku tidak ingin semuanya itu terjadi. Lalu, aku berpikir keras bagaimana mengatasinya. Dan aku kemudian tersadar. Bukankah aku adalah Terang. Dan bukankah hanya Terang yang bisa menyeimbangkan kuasa Gelap. Aku harus hadir ke dunia dan menjadi terang dunia.
Dan aku teringat akan kata-kata YHWH sendiri: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” –yang berarti: Allah menyertai manusia. Baiklah aku akan menggenapi hukum-hukum taurat yang dibuat oleh YHWH. Aku akan datang menyelamatkan manusia, milik kepunyaanku dulu dan aku akan menjadi terang bagi mereka. Aku tahu, manusia tidak akan mengenalku bahkan aku tahu, bahwa dunia yang telah dikuasai oleh kuasa gelap akan menolak aku. Terlebih setelah fitnah yang dikemukakan aas diriku bahwa akulah yang jahat. Dan aku juga yakin, setelah kedatanganku, YHWH akan berusaha mengembalikan kekuasannya dengan mengutus yang lain. Tapi biarlah itu akan menjadi keseimbangan. Akan banyak peseteruan di antara pengikutku dengan pengikut nabi itu, namun, semoga orang yang bijak mau membuka hatinya untuk menerima terang.
Aku hanya berharap agar batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan akan menjadi batu penjuru. Aku akan datang ke dunia, namun aku tak mau menggunakan nama Imanuel, dan supaya manusia mengenalku, aku akan menamakan diriku: Keselamatan, sebab aku akan datang untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan.
Tapi aku sendiri sadar, bahwa tidak mungkin meniadakan kegelapan. Dan aku juga sadar bahwa kegelapan tak akan tinggal diam. Namun aku juga tak mungkin tinggal diam melihat kesewenang-wenangan Gelap.
Aku bertemu dengan Gabriel kembali dan mengemukakan apa yang menjadi rencanaku. Dan kemudian dia berkata: “Marilah kita cari anak dara itu, agar engkau dapat hadir ke dalam dunia.”
Aku, Keselamatan, telah mengutus malaikatku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi manusia. Aku adalah tunas, bintang timur yang gilang gemilang.
Aku berjalan pada jalan kebenaran, di tengah-tengah jalan keadilan, supaya kuwariskan harta kepada yang mengasihi aku, dan kuisi penuh perbendaharaan mereka. Bapa telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Sudah pada zaman purbakala aku dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada. Sebelum air samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir; sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya atau debu dataran yang pertama.
Ketika Ia mempersiapkan langit, aku di sana, ketika Ia menggaris kaki langit pada permukaan air samudera raya, ketika Ia menetapkan awan-awan di atas, dan mata air samudera raya meluap dengan deras, ketika Ia menentukan batas kepada laut, supaya air jangan melanggar titah-Nya, dan ketika Ia menetapkan dasar-dasar bumi, aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; aku bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku. Oleh sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku, karena berbahagialah mereka yang memelihara jalan-jalanku. Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak; janganlah mengabaikannya.
Berbahagialah orang yang mendengarkan daku, yang setiap hari menunggu pada pintuku, yang menjaga tiang pintu gerbangku. Karena siapa mendapatkan aku, mendapatkan hidup, dan Bapa berkenan akan dia. Tetapi siapa tidak mendapatkan aku, merugikan dirinya; semua orang yang
membenci aku, mencintai maut.
Aku tidak akan memaksa manusia. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak, tetapi barang siapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah. Aku datang ke dalam dunia ini, sesuai dengan kodratku. Aku diutus oleh penciptaku dan Dialah yang menjadi Bapaku, sebab Dialah sendiri yang melahirkan aku.
Dan, kasih karuniaku menyertai kamu sekalian! Amin.
No comments:
Post a Comment